ABSTRAK
Hardianti
Ningsih
1506701962
Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Indonesia, Depok
Penelitian yang berjudul “Analisis pelanggaran
terhadap prinsip kerjasama dan implikatur percakapan dalam film Naruto (The
Last) Movie” bertujuan untuk mendeskripsikan pelanggaran prinsip kerjasama dan
implikatur percakapan dalam film Naruto (The Last) Movie. Naruto (The Last)
Movie merupakan film ke sepuluh dari naruto yang dirilis pada tanggal 6 Desember 2014 di Jepang. Naruto merupakan tokoh utama
dalam film tersebut. Ia adalah seorang yatim piatu yang memiliki keinginan
untuk menjadi orang yang disegani di desanya. Untuk mewujudkan cita-citanya
tersebut, ia bertekad ingin menjadi seorang Hokage di masa mendatang. Hokage
adalah sebuah gelar kehormatan sebagai pemimpin desa.
Penelitian ini menggunakan pendekatan pragmatik,
dengan menggunakan teori prinsip kerjasama dan implikatur percakapan. Teori
yang digunakan ialah untuk membantu memahami pelanggaran prinsip kerjasama dan
menemukan implikatur percakapan dalam dialog yang mengandung pelanggaran
terhadap prinsip kerjasama. Sumber data diambil dari transkrip dialog
berdasarkan percakapan dalam film Naruto (The Last) movie. Metode analisis dilakukan
dengan cara penyimakan, pengumpulan
data, transkrip, menganalisis data dan pengambilan kesimpulan.
Berdasarkan hasil analisis, ditemukan bahwa terdapat
dua pelanggaran prinsip kerjasama dalam film Naruto (The Last) Movie, yaitu
maksim kuantitas dan maksim relevansi. Pelanggaran terhadap maksim relevansi
lebih banyak ditemukan dalam film naruto (The Last) movie. Implikatur yang
terdapat dalam pelanggaran prinsip kerjasama tersebut ialah implikatur yang
bersifat memberitahukan, ketidaksetujuan, mengalihkan topic/ pembicaraan, dan
mengejek. Dengan demikian, adanya implikatur pada setiap dialog di film Naruto
(The Last) Movie memberikan kesan yang lebih menarik pada dialog- dialognya.
1.
PENDAHULUAN
Di dalam berkomunikasi, bahasa merupakan alat yang
digunakan oleh manusia dalam berkomuniksi dengan sesamannya. Selain itu,
kegiatan berkomunikasi membutuhkan adanya mitra tutur atau lawan bicara. Dengan
kata lain, interaksi antara penutur dengan lawan tutur dinamakan dengan sebuah
percakapan. Percakapan pada dasarnya adalah pertukaran informasi, dan informasi
yang disampaikan haruslah diungkapkan seefisien mungkin. Sehingga, pertukaran
informasi dapat tercapai jika dilakukan dengan mengikuti prinsip kerjasama.
Film merupakan fenomena sosial, psikologi dan
estetika yang kompleks yang merupakan dokumen yang terdiri dari cerita dan
gambar yang diiringi dengan kata- kata dan music. Sehingga dengan kata lain,
film merupakan produksi yang multi dimensional dan kompleks. Tak heran dengan
kehadirannya di tengah-tengah kehidupan masyarakat dewasa ini semakin penting .
(http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-film-definisi-menurut-para.html).
Pada masa perkembangannya, film dikelompokkan pada beberapa jenis cerita, dan
salah satunya ialah film kartun (Effendy, 2003:210).
Terkait
dengan hal- hal yang disebutkan di atas, di dalam sebuah film, terdapat dialog
yang merupakan percakapan antara dua orang atau lebih, baik itu untuk bertukar
informasi atau menjaga hubungan sosial antar sesamanya. Dialog para tokoh di
film merupakan sebuah proses komunikasi untuk menanggapi, menyusun, dan
mengungkapkan segala sesuatu yang ada disekitarnya sebagai bahan komunikasi. Di
dalam proses komunikasi terjadi peristiwa tindak tutur yang mana dari peristiwa
tersebut dapat mengimplikasi proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan
yang bersangkutan. Proposisi yang diimplikasikan tersebut disebut dengan
implikatur. ( Sulistyowati, 2014)
Grice (1975) sebagaimana yang dikutip oleh Avi,
2010, mengungkapkan bahwa agar pesan yang tersampaikan jelas, komunikasi antara
penutur dan mitra tutur perlu mempertimbangkan prinsip- prinsip kerjasama, yang
meliputi maksim kuantitas, maksim kualitas , maksim relevansi dan maksim
pelaksanaan. Namun, pada kenyataannya, seringkali maksim kerjasama mulai dilanggar
untuk hal- hal tertentu, misalnya pada saat penutur sengaja menggunakan
implikasi dalam komunikasi. Seperti yang dikemukakan oleh Leech yang dikutip
oleh Avi 2010 bahwa prinsip kerjasama Grice
tidak selamanya dipatuhi dan harus dipenuhi. Hal tersebut disebabkan oleh dua
hal yaitu yang pertama prinsip kerjasama Grice tidak dapat menjelaskan alasan
penutur kadang- kadang tidak menyatakan langsung maksud yang ingin
dituturkannya. Yang kedua, prinsip kerjasama Grice tidak dapat menjelaskan
hubungan antara rasa dan daya apabila tuturan non deklaratif muncul dalam
komunikasi yang sebenarnya.
Terkait dengan film yang dijadikan sebagai objek
penetian, penelitian ini akan membahas penggunaan bahasa sebagai media
berinteraksi para tokoh-tokoh di dalam film yang tertuang di dalam dialog-
dialognya berdasarkan sudut pandang pragmatik. Landasan teori yang akan
digunakan dalam penelitian ini yaitu teori prinsip kerjasama dan implikatur
yang dikemukakan oleh Grice( 1975). Dalam hal ini, dialog- dialog yang akan
dikaji sebagai pelanggaran prinsip kerjasama dan implikatur percakapan
diperoleh dari salah satu film anime jepang, Naruto (The Last) Movie. Naruto
merupakan tokoh utama dalam film ini, ia hidup sebatang kara dan bercita-cita
ingin menjadi seorang hokage suatu saat nanti. “Hokage” dalam film Naruto
merupakan sebuah sebutan atau jabatan untuk kepala desa, sekaligus orang yang
paling disegani oleh seluruh anggota masyarakatnya .
Pemilihan film Naruto (The Last) Movie sebagai objek
penelitian, karena film ini mengandung aspek pelanggaran prinsip kerjasama dan
implikatur percakapan yang digunakan. Dimana, tokoh utama dalam film anime ini
(Naruto) sering melakukan pelanggaran prinsip kerjasama dalam berkomunikasi,
namun hal tersebutlah yang membuat film ini menarik untuk disimak.
2.
Tinjauan
Pustaka
Penelitian mengenai prinsip kerjasama dan implikatur
dalam percakapan pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Yang
pertama, Sulistyowati dengan judul penelitian “ pelanggaran prinsip kerjasama
dan implikatur percakapan dalam film petualangan sherina”. Penelitian ini
mendeskripsikan bentuk- bentuk pelanggaran maksim kerjasama dan implikatur
percakapan dalam film petualangan sherina, yaitu dengan menganalisis
dialog-dialog yang terdapat dalam film petualangan sherina. Hasil dari
analisisnya ialah ditemukan bahwa terdapat tiga jenis pelanggaran prinsip
kerjasama dalam film petualangan sherina yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas
dan maksim cara. Dan implikatur yang terkandung dalam pelanggaran prinsip
kerjasama tersebut ialah implikatur yang bersifat memberitahukan, menunjukkan,
menolak, menyatakan keraguan, menyatakan kebingungan, mengejek, merahasiakan,
menyetujui, meminta pemahaman mitra tutur, menyatakan kemarahan dan menyatakan
kebohongan.
Penelitian yang ke dua dilakukan oleh jumeneng et
al, dengan judul penelitian “wujud pelanggaran prinsip kerjasama dan makna
implikatur percakapan dalam wacana humor “epenkah” masyarakat merauke papua :
tinjauan pragmatik “ . penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pelanggaran
prinsip kerjasama, factor-faktor penyebab pelanggaran prinsip kerjasama dan
makna implikatur percakapan dalam humor “epenkah” masyarakat merauke papua.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat empat maksim pelanggaran
prinsip kerjasama yakni maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi dan
maksim cara, dimana intensitas pelanggaran
terjadi pada maksim kualitas dan maksim cara. Faktor penyebab pelanggaran
maksim tersebut ialah (a) pengabaian atau mitra tutur enggan bekerja sama, (b)
permainan atau sekedar main-main, (c) kesalahan informasi. Selanjutnya, adapun
makna implikatur percakapan dalam wacana humor “epenkah” masyarakat merauke
papua ialah (a) bermaksud memberitahukan atau menginformasikan, (b) menyuruh,
(c) mengkritik atau kritik sosial, (d) mengekspresikan perasaan yakni
kejengkelan, ketakuatn, kemarahan, mengejek dan rasa malu, (e) penolakan, (f)
pembelajaran, (g) menghibur atau hiburan.
Penelitian yang dilakukan sebelumnya sama dengan apa
yang akan peneliti lakukan, yaitu tentang pelanggaran prinsip kerjasama dan
implikatur. Namun, yang membuatnya berbeda ialah objek yang akan diteliti. Objek
yang akan diteliti merupakan film yang sangat digemari oleh anak-anak maupun
orang dewasa, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “
analisis pelanggaran prinsip kerjasama dan implikatur percakapan dalam film
Naruto (The Last) Movie”
3.
TEORI
DAN METODE
3.1.Prinsip
Kerjasama
Untuk
memaksimalkan setiap ujaran yang disampaikan lewat percakapan, Grice (1975)
dalam Muhadjir, 2016:297
mengemukakan usulan kerjasama yang baik kepada semua pihak yang terlibat dalam
percakapan, dengan mengusulkan empat gagasan yang kemudian kita kenal dengan
nama empat maksim (maxim).
1. Maksim
Kualitas, yang dipusatkan kepada kebenaran apa yang dikatakan, dan hal ini
terdiri dari dua hal:
a. Jangan
secara eksplisit mengatakan apa yang anda percayai tidak benar;
b. Anda
jangan mengatakan hal yang buktinya kurang akurat.
“anda jangan mengatakan
pernyataan yang tidak disertai bukti”.
2. Maksim
kuantitas, bertalian dengan sejumlah informasi (dalam arti luas) yang
disampaikan:
a. Informasi
yang anda sampaikan jangan lebih dari pada yang dibutuhkan dalam percakapan
yang melibatkan anda
b. Informasi
yang anda berikan jangan lebih daripada yang diperlukan.
3. Maksim
relasi
Maksim relasi sangat
sederhana, bicaralah hanya yang relevan. Inti dari maksim ini ialah masukan
yang salah atau tidak perlu tidak membangun pernyataan menjadi benar.
4. Maksim
cara
Ada empat komponen
untuk melaksanakan maksim cara, yaitu: hindari kekaburan, hindari keraguan,
hindari omongan yang tidak perlu, hindari ketidakteraturan.
3.2.Implikatur
Grice
(1975) seperti yang dikutip oleh Sulistyowati, 2014:128, pertama kali memperkenalkan konsep
implikatur untuk memecahkan persoalan makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan
oleh teori semantik biasa. Jika hanya mengandalkan teori atau pemahaman
semantik saja, makna suatu tuturan atau ujaran tidak bisa dipahami dan
dimengerti dengan tepat. Yang mana, ketidaktepatan pemahaman makna ujaran
sangat berimbas pada tercapainya tujuan komunikasi. Oleh karena tujuan
komunikasi adalah agar pesan yang ingin disampaikan oleh penutur dapat diterima
dengan benar oleh lawan tuturnya. Sebuah tuturan dapat mengimplikasikan
proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan yang bersangkutan. Proposisi
yang diimplikasikan itu disebut implikatur.
Pembahasan
tentang implikatur mencakupi pengembangan teori hubungan antara ekspresi,
makna, makna penutur, dan implikasi suatu tuturan. Di dalam teori implikatur
menyebutkan tiga jenis implikatur, yaitu implikatur konvensional, implikatur nonkonvensional,
dan praanggapan. Selanjutnya implikatur nonkonvensional dikenal dengan nama
implikatur percakapan, yaitu implikatur percakapan khusus dan umum (idem).
1.
Implikatur konvensional ialah implikatur
yang diperoleh langsung dari makna kata, bukan dari prinsip percakapan.
2.
Implikatur nonkonvensional atau
implikatur percakapan ialah implikasi pragmatic yang tersirat di dalam suatu
percakapan. Di dalam komunikasi, tuturan selalu menyajikan suatu fungsi
pragmatic dan di dalam tuturan percakapan itu terimplikasi suatu maksud atau
tersirat fungsi pragmatic lain yang dinamakan implikatur percakapan.
3.3.
Implikatur Percakapan
Implikatur
percakapan ialah implikasi pragmatik yang terdapat di dalam percakapan yang
timbul sebagai akibat terjadinya pelanggaran prinsip percakapan. Sejalan dengan
batasan tentang implikasi pragmatic, implikatur percakapan ialah proposisi atau
pernyataan implikatif, yaitu apa yang mungkin diartikan, disiratkan atau
dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dari apa yang sebenarnya dikatakan oleh
penutur di dalam suatu percakapan (idem). Implikatur percakapan terjadi karena
adanya kenyataan bahwa sebuah ujaran yang mempunyai implikasi berupa proposisi
yang sebenarnya bukan bagian dari tuturan itu.(Rustono, 1999 dalam
Sulistyowati, 2016)
3.4.Implikatur
sebagai alat kerjasama
Dalam kenyataannya, ke empat maksim yang dikemukakan
Grice tidak selamanya ditaati seperti yang tertulis tersebut. Orang kadang-
kadang berbicara secara bebas lepas dari aturan yang alamiah, tetapi
menghasilkan kerjasama yang lebih ampuh. Jaszczolt (2002) yang dikutip oleh
Muhadjir 2016:
298, memberikan contoh ucapan seorang ibu yang menghibur anaknya yang terluka
jarinya:
(45) kau nggak bakal mati hanya karena
luka itu.
Ucapan
ibu itu dipahami sepenuhnya oleh anaknya, yaitu agar ia tidak terus menangis.
Ucapan ibu itu sama sekali melanggar aturan empat maksim Grice, dan secara
sangat umum merupakan wujud kerjasama pembicaraan yang alamiah, lancar, tanpa
hambatan. Dalam pragmatic ucapan dalam tindakn tutur seperti itu disebut
implikatur.
Adapun metode dalam penelitian ini termasuk dalam
metode deskriptif kualitatif, dengan langkah deskriptif sebagai berikut:
1. Data
penelitian diperoleh dari film Naruto (The Last) movie dari file yang diunduh
di internet. Data tersebut berupa tuturan tokoh-tokoh dalam berbagai adegan.
2. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan cara penyimakan, transkrip, menganalisis data
dan pengambilan kesimpulan. Tahap awal dilakukan dengan menyimak dengan cara
mengamati langsung data-data kebahasaan yang dimunculkan dalam film Naruto (The
Last) Movie. Tahap selanjutnya melakukan transkrip data untuk mengetahui data-
data kebahasaan yang mengandung aspek pelanggaran prinsip kerjasama dan
implikatur percakapan. Tahap berikutnya, melakukan analisis data dengan cara
mengklasifikasikan terkait dengan aspek- aspek pelanggaran prinsip kerjasama
dan implikatur percakapan. Kemudian
tahap yang terakhir ialah pengambilan kesimpulan.
4.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
1.
Pelanggaran
Maksim Kuantitas dan Implikaturnya
1.1.Sumbangan
Informasi melebihi yang dibutuhkan
Naruto : Hey, hentikan!
3 anak : Hah? Siapa kau?
Naruto :
Aku uzumaki naruto! Orang yang akan menjadi Hokage!
3 anak : Orang yang akan menjadi hokage? Coba
buktikan saja.
Konteks : Tiga orang anak alaki-laki sedang
menjahili Hinata(salah satu tokoh utama perempuan) dengan menjelek-jelekan
hinata hingga ia menangis, dan tiba-tiba saja naruto muncul dan membela hinata.
Berdasarkan teori
prinsip kerjasama, data di atas menunjukkan pelanggaran maksim kuantitas, yang
mana sumbangan informasi yang diberikan melebihi apa yang dibutuhkan. Tuturan
Naruto pada data di atas memberikan kontribusi yang berlebihan. Kontribusi yang
diucapkannya ialah: “Aku uzumaki naruto!
Orang yang akan menjadi Hokage!”. Seharusnya, dengan menyebutkan namanya
saja sudah cukup memenuhi jawaban yang dipertanyakan oleh temannya, namun
Naruto memberikan informasi yang lebih dengan menambahkan jawabannya bahwa ia
adalah orang yang akan menjadi Hokage, yang dalam konteksnya tidak dibutuhkan
oleh lawan bicaranya.
Jawaban naruto yang
memberikan sumbangan informasi yang berlebihan, menunjukkan adanya implikatur
pada tuturan tersebut. Implikatur dari percakapan tersebut ialah bahwa Naruto
ingin menunjukkan dirinya adalah orang hebat, Sehingga implikatur dari
percakapan yang muncul dari tuturan naruto ialah memberitahukan.
1.2.Sumbangan
informasi tidak seinformatif yang dibutuhkan
Guru : Andai dunia ini berakhir besok,
dengan siapa kalian ingin bersama di hari terakhir?
Naruto : Hal
seperti itu mana bisa terjadi.
Guru : Anggap saja bulannya mau jatuh.
Konteks : Di dalam kelas,
seorang guru sedang memberikan latihan kepada murid dengan memberikan
pertanyaan untuk di jawab oleh murid dan dituliskan di atas kertas. Tetapi
naruto malah membuat kertasnya menjadi bentuk kapal tanpa menghiraukan perintah
dari gurunya.
Pada tuturan di atas
melanggar maksim kuantitas yaitu sumbangan informasi tidak seinformatif yang
dibutuhkan, karena informasi yang diberikan dalam percakapan tersebut tidak
sesuai dengan yang dibutuhkan atas apa yang ditanyakan oleh guru. Sementara
itu, jawaban yang diberikan oleh naruto “: Hal
seperti itu mana bisa terjadi” menurut makna kontekstualnya harusnya bisa
langsung dijawab dengan menyebutkan “nama orang” namun malah sebaliknya ia
bertanya balik. Sehingga informasi yang diberikan oleh naruto tidak memenuhi
apa yang dibutuhkan oleh gurunya.
Pada data di atas telah
melanggar maksim kuantitas, dan implikatur percakapan yang muncul dari tuturan
Naruto ialah meragukan atau membantah bahwa hal yang ditanyakan oleh gurunya
tidak mungkin bisa terjadi. Sehingga tuturan naruto tersebut mengandung
implikatur ketidaksetujuan.
2.
Pelanggaran
Maksim Relevansi
(01)Hinata : kau baik- baik saja?
Naruto : ku
rasa mereka merusak syal ku.
(2) Hinata :
ini punya mu.
Naruto : (
menggelengkan tangannya)
(3) Hinata :
maaf
Naruto : kalau
begitu terima kasih
(4) Hinata : tunggu! Sekali lagi terima kasih.
Naruto : sudahlah.
Sampai jumpa.
Konteks:
setelah
anak-anak yang tadinya menggagu hinata pergi, hinata mendekati naruto yang
keadaannya terjatuh dengan hidung sedikit berdarah.
Pada data tuturan (1),
(2),(3), (4)
di atas melanggar maksim relevansi, yaitu sumbangan informasi yang diberikan
tidak relevan atau tidak memiliki relasi dengan apa yang ditanyakan. Sementara
itu, jawaban naruto pada percakapan (1)(2)(3)(4) menurut makna kontekstualnya
seharusnya bisa dijawab langsung dengan mengucapkan “iya” atau “tidak” pada
tuturan (1) dan (2), “tidak apa-apa” pada tuturan (3), dan “sama-sama” pada
tuturan (4).
Sehingga, informasi yang diberikan oleh naruto tidak memiliki relasi terhadap
apa yang ditanyakan oleh hinata.
Data tuturan di atas
telah melanggar maksim relasi. Dan implikatur yang muncul dari tuturan naruto pada
dialog (1) ialah memberitahuan bahwa ia tidak baik-baik saja, karena syal
miliknya dirobek oleh sekelompok anak laki-laki yang memukulnya, kemudian pada
diaolog(2) implikaturnya ialah dia (naruto) sudah tidak membutuhkan lagi
barangnya karena sudah rusak, selanjutnya dialog(3) dan (4) Naruto berusaha menunjukkan kalau hinata
tidak perlu merasa bersalah. Jadi, tuturan-tuturan naruto tersebut mengandung
implikatur mengalihkan topik.
(5) Hanabi : cepatlah beritahu dia tentang perasaan mu.
Hinata : hanabi. Kenapa tidak bilang kau disitu?
Hanabi : menyenangkan melihat seorang gadis menderita
karena cinta.
(6)
Hanabi : oh ya coba lihat ini. Lucu kan?
Hinata : memperlakukan kunai- mu seperti mainan
lagi?
Konteks:
Hinata sedang mondar mandir di dalam rumah sambil berbicara sendiri, menanyakan
dirinya apakah ia harus memberitahukan kepada naruto tentang perasaannya.
Namun, tidak ia sangka bahwa adiknya dari tadi memperhatikannya dari luar
rumah.
Pada
data tuturan (5) dan (6)
juga melanggar maksim relasi. Baik jawaban hinata maupun hanabi sama-sama tidak
memenuhi informasi yang diperlukan oleh lawan tuturnya. Adapun implikatur yang
muncul pada tuturan (5) “ hanabi. Kenapa tidak bilang kau disitu?”
ialah hinata merasa malu karena tingkahnya dari tadi diperhatikan oleh adiknya,
sehingga bukannya menjawab malah bertanya balik. Dan implikaturnya ialah
mengalihkan pembicaraan. Selain itu, pada tuturan (6) “memperlakukan kunai-mu seperti mainan
lagi?” mengandung implikatur bahwa yang ditunjukkan oleh hanabi
bukanlah sesuatu yang lucu melainkan sebaliknya karena benda yang ditunjukkan
tersebut malah seperti mainan. Sehingga implikaturnya ialah mengejek.
5.
SIMPULAN
Berdasarkan
hasil data analisis pada pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam film
Naruto (The Last) movie terdapat beberapa macam implikatur yang timbul karena
pelanggaran prinsip kerjasama. Adapun pelanggaran prinsip kerjasama yang
ditemukan dalam film Naruto (The Last) movie, yaitu maksim kuantitas dan maksim
relevansi atau relasi, dimana pelanggaran maksim relevansi lebih banyak
ditemukan sehingga ada banyak tuturan-tuturan yang bersifat tidak kooperatif.
Implikatur
percakapan yang ditemukan dalam film naruto (The Last) movie terdiri dari berbagai
macam implikatur. Diantaranya ialah implikatur yang bersifat memberitahukan,
ketidaksetujuan, mengalihkan topic/ pembicaraan, dan mengejek. Selain itu, juga
ditemukan bahwa pelanggaran terhadap maksim relevansi lebih banyak ditemukan. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak selamanya dalam setiap tuturan harus selalu
mematuhi ke empat maksim yang dikemukakan oleh Grice, hal tersebut terbukti
bahwa dengan tidak mematuhi maksim-maksim kerjasamapun, jalannya komunikasi
masih bisa berjalan dengan lancar atau berkesinambungan. Dengan demikian,
adanya implikatur pada setiap dialog di film Naruto (The Last) Movie memberikan
kesan yang lebih menarik pada dialog- dialognya.
DAFTAR
PUSTAKA
Sulistyowati.
2014.
Pelanggaran prinsip kerjasama dan
implikatur percakapan dalam film petualangan sherina karya riri riza. Journal.
Universitas Air Langga.
Aprivianti.
2010. Prinsip Kerjasama Dalam Interaksi
Antara Ibu Dan Anak. Skripsi. Universitas Indonesia.
Rohmadi. 2010. Pragmatik
Teori dan Analisis. Surakarta. Yuma Pustaka
Yuniarsih. 2011.
Ketidakpatuhan Maksim Prinsip Kerjasama Dalam Acara “Opini” Di Tv One: Sebuah Kajian Pragmatik. Skripsi. UNS.
Jumeneng
et al, 2014. Wujud Pelanggaran Prinsip Kerjasama Dan
Makna Implikatur Percakapan Dalam Wacana Humor “Epen kah” Masyarakat Merauke
Papua : Tinjauan Pragmatik. Journal. UNHAS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar