Jumat, 22 Juli 2016

ANALYSIS OF A VIOLATION OF COOPERATION PRINCIPLE AND DIALOG IMPLICATION ON NARUTO (THE LAST) MOVIE



ABSTRAK
Hardianti Ningsih
1506701962
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, Depok

Penelitian yang berjudul “Analisis pelanggaran terhadap prinsip kerjasama dan implikatur percakapan dalam film Naruto (The Last) Movie” bertujuan untuk mendeskripsikan pelanggaran prinsip kerjasama dan implikatur percakapan dalam film Naruto (The Last) Movie. Naruto (The Last) Movie merupakan film ke sepuluh dari naruto yang dirilis pada tanggal 6 Desember 2014 di Jepang. Naruto merupakan tokoh utama dalam film tersebut. Ia adalah seorang yatim piatu yang memiliki keinginan untuk menjadi orang yang disegani di desanya. Untuk mewujudkan cita-citanya tersebut, ia bertekad ingin menjadi seorang Hokage di masa mendatang. Hokage adalah sebuah gelar kehormatan sebagai pemimpin desa.
Penelitian ini menggunakan pendekatan pragmatik, dengan menggunakan teori prinsip kerjasama dan implikatur percakapan. Teori yang digunakan ialah untuk membantu memahami pelanggaran prinsip kerjasama dan menemukan implikatur percakapan dalam dialog yang mengandung pelanggaran terhadap prinsip kerjasama. Sumber data diambil dari transkrip dialog berdasarkan percakapan dalam film Naruto (The Last) movie. Metode analisis dilakukan dengan cara penyimakan,  pengumpulan data, transkrip, menganalisis data dan pengambilan kesimpulan.
Berdasarkan hasil analisis, ditemukan bahwa terdapat dua pelanggaran prinsip kerjasama dalam film Naruto (The Last) Movie, yaitu maksim kuantitas dan maksim relevansi. Pelanggaran terhadap maksim relevansi lebih banyak ditemukan dalam film naruto (The Last) movie. Implikatur yang terdapat dalam pelanggaran prinsip kerjasama tersebut ialah implikatur yang bersifat memberitahukan, ketidaksetujuan, mengalihkan topic/ pembicaraan, dan mengejek. Dengan demikian, adanya implikatur pada setiap dialog di film Naruto (The Last) Movie memberikan kesan yang lebih menarik pada dialog- dialognya.
1.      PENDAHULUAN
Di dalam berkomunikasi, bahasa merupakan alat yang digunakan oleh manusia dalam berkomuniksi dengan sesamannya. Selain itu, kegiatan berkomunikasi membutuhkan adanya mitra tutur atau lawan bicara. Dengan kata lain, interaksi antara penutur dengan lawan tutur dinamakan dengan sebuah percakapan. Percakapan pada dasarnya adalah pertukaran informasi, dan informasi yang disampaikan haruslah diungkapkan seefisien mungkin. Sehingga, pertukaran informasi dapat tercapai jika dilakukan dengan mengikuti prinsip kerjasama.

Film merupakan fenomena sosial, psikologi dan estetika yang kompleks yang merupakan dokumen yang terdiri dari cerita dan gambar yang diiringi dengan kata- kata dan music. Sehingga dengan kata lain, film merupakan produksi yang multi dimensional dan kompleks. Tak heran dengan kehadirannya di tengah-tengah kehidupan masyarakat dewasa ini semakin penting .
(http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-film-definisi-menurut-para.html). Pada masa perkembangannya, film dikelompokkan pada beberapa jenis cerita, dan salah satunya ialah film kartun (Effendy, 2003:210).

Terkait dengan hal- hal yang disebutkan di atas, di dalam sebuah film, terdapat dialog yang merupakan percakapan antara dua orang atau lebih, baik itu untuk bertukar informasi atau menjaga hubungan sosial antar sesamanya. Dialog para tokoh di film merupakan sebuah proses komunikasi untuk menanggapi, menyusun, dan mengungkapkan segala sesuatu yang ada disekitarnya sebagai bahan komunikasi. Di dalam proses komunikasi terjadi peristiwa tindak tutur yang mana dari peristiwa tersebut dapat mengimplikasi proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan yang bersangkutan. Proposisi yang diimplikasikan tersebut disebut dengan implikatur. ( Sulistyowati, 2014)

Grice (1975) sebagaimana yang dikutip oleh Avi, 2010, mengungkapkan bahwa agar pesan yang tersampaikan jelas, komunikasi antara penutur dan mitra tutur perlu mempertimbangkan prinsip- prinsip kerjasama, yang meliputi maksim kuantitas, maksim kualitas , maksim relevansi dan maksim pelaksanaan. Namun, pada kenyataannya, seringkali maksim kerjasama mulai dilanggar untuk hal- hal tertentu, misalnya pada saat penutur sengaja menggunakan implikasi dalam komunikasi. Seperti yang dikemukakan oleh Leech yang dikutip oleh Avi 2010 bahwa  prinsip kerjasama Grice tidak selamanya dipatuhi dan harus dipenuhi. Hal tersebut disebabkan oleh dua hal yaitu yang pertama prinsip kerjasama Grice tidak dapat menjelaskan alasan penutur kadang- kadang tidak menyatakan langsung maksud yang ingin dituturkannya. Yang kedua, prinsip kerjasama Grice tidak dapat menjelaskan hubungan antara rasa dan daya apabila tuturan non deklaratif muncul dalam komunikasi yang sebenarnya.

Terkait dengan film yang dijadikan sebagai objek penetian, penelitian ini akan membahas penggunaan bahasa sebagai media berinteraksi para tokoh-tokoh di dalam film yang tertuang di dalam dialog- dialognya berdasarkan sudut pandang pragmatik. Landasan teori yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu teori prinsip kerjasama dan implikatur yang dikemukakan oleh Grice( 1975). Dalam hal ini, dialog- dialog yang akan dikaji sebagai pelanggaran prinsip kerjasama dan implikatur percakapan diperoleh dari salah satu film anime jepang, Naruto (The Last) Movie. Naruto merupakan tokoh utama dalam film ini, ia hidup sebatang kara dan bercita-cita ingin menjadi seorang hokage suatu saat nanti. “Hokage” dalam film Naruto merupakan sebuah sebutan atau jabatan untuk kepala desa, sekaligus orang yang paling disegani oleh seluruh anggota masyarakatnya .

Pemilihan film Naruto (The Last) Movie sebagai objek penelitian, karena film ini mengandung aspek pelanggaran prinsip kerjasama dan implikatur percakapan yang digunakan. Dimana, tokoh utama dalam film anime ini (Naruto) sering melakukan pelanggaran prinsip kerjasama dalam berkomunikasi, namun hal tersebutlah yang membuat film ini menarik untuk disimak.

2.      Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai prinsip kerjasama dan implikatur dalam percakapan pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Yang pertama, Sulistyowati dengan judul penelitian “ pelanggaran prinsip kerjasama dan implikatur percakapan dalam film petualangan sherina”. Penelitian ini mendeskripsikan bentuk- bentuk pelanggaran maksim kerjasama dan implikatur percakapan dalam film petualangan sherina, yaitu dengan menganalisis dialog-dialog yang terdapat dalam film petualangan sherina. Hasil dari analisisnya ialah ditemukan bahwa terdapat tiga jenis pelanggaran prinsip kerjasama dalam film petualangan sherina yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas dan maksim cara. Dan implikatur yang terkandung dalam pelanggaran prinsip kerjasama tersebut ialah implikatur yang bersifat memberitahukan, menunjukkan, menolak, menyatakan keraguan, menyatakan kebingungan, mengejek, merahasiakan, menyetujui, meminta pemahaman mitra tutur, menyatakan kemarahan dan menyatakan kebohongan.
Penelitian yang ke dua dilakukan oleh jumeneng et al, dengan judul penelitian “wujud pelanggaran prinsip kerjasama dan makna implikatur percakapan dalam wacana humor “epenkah” masyarakat merauke papua : tinjauan pragmatik “ . penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pelanggaran prinsip kerjasama, factor-faktor penyebab pelanggaran prinsip kerjasama dan makna implikatur percakapan dalam humor “epenkah” masyarakat merauke papua. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat empat maksim pelanggaran prinsip kerjasama yakni maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi dan maksim cara, dimana intensitas  pelanggaran terjadi pada maksim kualitas dan maksim cara. Faktor penyebab pelanggaran maksim tersebut ialah (a) pengabaian atau mitra tutur enggan bekerja sama, (b) permainan atau sekedar main-main, (c) kesalahan informasi. Selanjutnya, adapun makna implikatur percakapan dalam wacana humor “epenkah” masyarakat merauke papua ialah (a) bermaksud memberitahukan atau menginformasikan, (b) menyuruh, (c) mengkritik atau kritik sosial, (d) mengekspresikan perasaan yakni kejengkelan, ketakuatn, kemarahan, mengejek dan rasa malu, (e) penolakan, (f) pembelajaran, (g) menghibur atau hiburan.
Penelitian yang dilakukan sebelumnya sama dengan apa yang akan peneliti lakukan, yaitu tentang pelanggaran prinsip kerjasama dan implikatur. Namun, yang membuatnya berbeda ialah objek yang akan diteliti. Objek yang akan diteliti merupakan film yang sangat digemari oleh anak-anak maupun orang dewasa, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “ analisis pelanggaran prinsip kerjasama dan implikatur percakapan dalam film Naruto (The Last) Movie”

3.      TEORI DAN METODE
3.1.Prinsip Kerjasama
Untuk memaksimalkan setiap ujaran yang disampaikan lewat percakapan, Grice (1975) dalam Muhadjir, 2016:297 mengemukakan usulan kerjasama yang baik kepada semua pihak yang terlibat dalam percakapan, dengan mengusulkan empat gagasan yang kemudian kita kenal dengan nama empat maksim (maxim).
1.      Maksim Kualitas, yang dipusatkan kepada kebenaran apa yang dikatakan, dan hal ini terdiri dari dua hal:
a.       Jangan secara eksplisit mengatakan apa yang anda percayai tidak benar;
b.      Anda jangan mengatakan hal yang buktinya kurang akurat.
“anda jangan mengatakan pernyataan yang tidak disertai bukti”.
2.      Maksim kuantitas, bertalian dengan sejumlah informasi (dalam arti luas) yang disampaikan:
a.       Informasi yang anda sampaikan jangan lebih dari pada yang dibutuhkan dalam percakapan yang melibatkan anda
b.      Informasi yang anda berikan jangan lebih daripada yang diperlukan.
3.      Maksim relasi
Maksim relasi sangat sederhana, bicaralah hanya yang relevan. Inti dari maksim ini ialah masukan yang salah atau tidak perlu tidak membangun pernyataan menjadi benar.
4.      Maksim cara
Ada empat komponen untuk melaksanakan maksim cara, yaitu: hindari kekaburan, hindari keraguan, hindari omongan yang tidak perlu, hindari ketidakteraturan.

 
3.2.Implikatur
Grice (1975) seperti yang dikutip oleh Sulistyowati, 2014:128, pertama kali memperkenalkan konsep implikatur untuk memecahkan persoalan makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan oleh teori semantik biasa. Jika hanya mengandalkan teori atau pemahaman semantik saja, makna suatu tuturan atau ujaran tidak bisa dipahami dan dimengerti dengan tepat. Yang mana, ketidaktepatan pemahaman makna ujaran sangat berimbas pada tercapainya tujuan komunikasi. Oleh karena tujuan komunikasi adalah agar pesan yang ingin disampaikan oleh penutur dapat diterima dengan benar oleh lawan tuturnya. Sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan yang bersangkutan. Proposisi yang diimplikasikan itu disebut implikatur.

Pembahasan tentang implikatur mencakupi pengembangan teori hubungan antara ekspresi, makna, makna penutur, dan implikasi suatu tuturan. Di dalam teori implikatur menyebutkan tiga jenis implikatur, yaitu implikatur konvensional, implikatur nonkonvensional, dan praanggapan. Selanjutnya implikatur nonkonvensional dikenal dengan nama implikatur percakapan, yaitu implikatur percakapan khusus dan umum (idem).
1.    Implikatur konvensional ialah implikatur yang diperoleh langsung dari makna kata, bukan dari prinsip percakapan.
2.    Implikatur nonkonvensional atau implikatur percakapan ialah implikasi pragmatic yang tersirat di dalam suatu percakapan. Di dalam komunikasi, tuturan selalu menyajikan suatu fungsi pragmatic dan di dalam tuturan percakapan itu terimplikasi suatu maksud atau tersirat fungsi pragmatic lain yang dinamakan implikatur percakapan.



3.3. Implikatur Percakapan
Implikatur percakapan ialah implikasi pragmatik yang terdapat di dalam percakapan yang timbul sebagai akibat terjadinya pelanggaran prinsip percakapan. Sejalan dengan batasan tentang implikasi pragmatic, implikatur percakapan ialah proposisi atau pernyataan implikatif, yaitu apa yang mungkin diartikan, disiratkan atau dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dari apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur di dalam suatu percakapan (idem). Implikatur percakapan terjadi karena adanya kenyataan bahwa sebuah ujaran yang mempunyai implikasi berupa proposisi yang sebenarnya bukan bagian dari tuturan itu.(Rustono, 1999 dalam Sulistyowati, 2016)

3.4.Implikatur sebagai alat kerjasama
Dalam kenyataannya, ke empat maksim yang dikemukakan Grice tidak selamanya ditaati seperti yang tertulis tersebut. Orang kadang- kadang berbicara secara bebas lepas dari aturan yang alamiah, tetapi menghasilkan kerjasama yang lebih ampuh. Jaszczolt (2002) yang dikutip oleh Muhadjir 2016: 298, memberikan contoh ucapan seorang ibu yang menghibur anaknya yang terluka jarinya:
(45) kau nggak bakal mati hanya karena luka itu.
Ucapan ibu itu dipahami sepenuhnya oleh anaknya, yaitu agar ia tidak terus menangis. Ucapan ibu itu sama sekali melanggar aturan empat maksim Grice, dan secara sangat umum merupakan wujud kerjasama pembicaraan yang alamiah, lancar, tanpa hambatan. Dalam pragmatic ucapan dalam tindakn tutur seperti itu disebut implikatur.

Adapun metode dalam penelitian ini termasuk dalam metode deskriptif kualitatif, dengan langkah deskriptif sebagai berikut:
1.      Data penelitian diperoleh dari film Naruto (The Last) movie dari file yang diunduh di internet. Data tersebut berupa tuturan tokoh-tokoh dalam berbagai adegan.
2.      Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara penyimakan, transkrip, menganalisis data dan pengambilan kesimpulan. Tahap awal dilakukan dengan menyimak dengan cara mengamati langsung data-data kebahasaan yang dimunculkan dalam film Naruto (The Last) Movie. Tahap selanjutnya melakukan transkrip data untuk mengetahui data- data kebahasaan yang mengandung aspek pelanggaran prinsip kerjasama dan implikatur percakapan. Tahap berikutnya, melakukan analisis data dengan cara mengklasifikasikan terkait dengan aspek- aspek pelanggaran prinsip kerjasama dan implikatur percakapan.  Kemudian tahap yang terakhir ialah pengambilan kesimpulan.

4.      HASIL DAN PEMBAHASAN
1.      Pelanggaran Maksim Kuantitas dan Implikaturnya
1.1.Sumbangan Informasi melebihi yang dibutuhkan
Naruto       : Hey, hentikan!
3 anak        : Hah? Siapa kau?
Naruto       : Aku uzumaki naruto! Orang yang akan menjadi Hokage!
3 anak        : Orang yang akan menjadi hokage? Coba buktikan saja.

Konteks    : Tiga orang anak alaki-laki sedang menjahili Hinata(salah satu tokoh utama perempuan) dengan menjelek-jelekan hinata hingga ia menangis, dan tiba-tiba saja naruto muncul dan membela hinata.

Berdasarkan teori prinsip kerjasama, data di atas menunjukkan pelanggaran maksim kuantitas, yang mana sumbangan informasi yang diberikan melebihi apa yang dibutuhkan. Tuturan Naruto pada data di atas memberikan kontribusi yang berlebihan. Kontribusi yang diucapkannya ialah: “Aku uzumaki naruto! Orang yang akan menjadi Hokage!”. Seharusnya, dengan menyebutkan namanya saja sudah cukup memenuhi jawaban yang dipertanyakan oleh temannya, namun Naruto memberikan informasi yang lebih dengan menambahkan jawabannya bahwa ia adalah orang yang akan menjadi Hokage, yang dalam konteksnya tidak dibutuhkan oleh lawan bicaranya.

Jawaban naruto yang memberikan sumbangan informasi yang berlebihan, menunjukkan adanya implikatur pada tuturan tersebut. Implikatur dari percakapan tersebut ialah bahwa Naruto ingin menunjukkan dirinya adalah orang hebat, Sehingga implikatur dari percakapan yang muncul dari tuturan naruto ialah memberitahukan.



1.2.Sumbangan informasi tidak seinformatif yang dibutuhkan
Guru          : Andai dunia ini berakhir besok, dengan siapa kalian ingin bersama di hari terakhir?
Naruto       : Hal seperti itu mana bisa terjadi.
Guru          : Anggap saja bulannya mau jatuh.

Konteks    : Di dalam kelas, seorang guru sedang memberikan latihan kepada murid dengan memberikan pertanyaan untuk di jawab oleh murid dan dituliskan di atas kertas. Tetapi naruto malah membuat kertasnya menjadi bentuk kapal tanpa menghiraukan perintah dari gurunya.

Pada tuturan di atas melanggar maksim kuantitas yaitu sumbangan informasi tidak seinformatif yang dibutuhkan, karena informasi yang diberikan dalam percakapan tersebut tidak sesuai dengan yang dibutuhkan atas apa yang ditanyakan oleh guru. Sementara itu, jawaban yang diberikan oleh naruto “: Hal seperti itu mana bisa terjadi” menurut makna kontekstualnya harusnya bisa langsung dijawab dengan menyebutkan “nama orang” namun malah sebaliknya ia bertanya balik. Sehingga informasi yang diberikan oleh naruto tidak memenuhi apa yang dibutuhkan oleh gurunya.

Pada data di atas telah melanggar maksim kuantitas, dan implikatur percakapan yang muncul dari tuturan Naruto ialah meragukan atau membantah bahwa hal yang ditanyakan oleh gurunya tidak mungkin bisa terjadi. Sehingga tuturan naruto tersebut mengandung implikatur ketidaksetujuan.
2.      Pelanggaran Maksim Relevansi
(01)Hinata : kau baik- baik saja?
Naruto : ku rasa mereka merusak syal ku.

(2)  Hinata : ini punya mu.
Naruto : ( menggelengkan tangannya)

(3)  Hinata : maaf
Naruto : kalau begitu terima kasih
(4)  Hinata : tunggu! Sekali lagi terima kasih.
Naruto : sudahlah. Sampai jumpa.

Konteks: setelah anak-anak yang tadinya menggagu hinata pergi, hinata mendekati naruto yang keadaannya terjatuh dengan hidung sedikit berdarah.

Pada data tuturan (1), (2),(3), (4) di atas melanggar maksim relevansi, yaitu sumbangan informasi yang diberikan tidak relevan atau tidak memiliki relasi dengan apa yang ditanyakan. Sementara itu, jawaban naruto pada percakapan (1)(2)(3)(4) menurut makna kontekstualnya seharusnya bisa dijawab langsung dengan mengucapkan “iya” atau “tidak” pada tuturan (1) dan (2), “tidak apa-apa” pada tuturan (3), dan “sama-sama” pada tuturan (4). Sehingga, informasi yang diberikan oleh naruto tidak memiliki relasi terhadap apa yang ditanyakan oleh hinata.

Data tuturan di atas telah melanggar maksim relasi. Dan implikatur yang muncul dari tuturan naruto pada dialog (1) ialah memberitahuan bahwa ia tidak baik-baik saja, karena syal miliknya dirobek oleh sekelompok anak laki-laki yang memukulnya, kemudian pada diaolog(2) implikaturnya ialah dia (naruto) sudah tidak membutuhkan lagi barangnya karena sudah rusak, selanjutnya dialog(3) dan (4) Naruto berusaha menunjukkan kalau hinata tidak perlu merasa bersalah. Jadi, tuturan-tuturan naruto tersebut mengandung implikatur mengalihkan topik.  

(5) Hanabi : cepatlah beritahu dia tentang perasaan mu.
Hinata : hanabi. Kenapa tidak bilang kau disitu?
Hanabi : menyenangkan melihat seorang gadis menderita karena cinta.
(6) Hanabi : oh ya coba lihat ini. Lucu kan?
Hinata : memperlakukan kunai- mu seperti mainan lagi?
Konteks: Hinata sedang mondar mandir di dalam rumah sambil berbicara sendiri, menanyakan dirinya apakah ia harus memberitahukan kepada naruto tentang perasaannya. Namun, tidak ia sangka bahwa adiknya dari tadi memperhatikannya dari luar rumah.
Pada data tuturan (5) dan (6) juga melanggar maksim relasi. Baik jawaban hinata maupun hanabi sama-sama tidak memenuhi informasi yang diperlukan oleh lawan tuturnya. Adapun implikatur yang muncul pada tuturan (5) “ hanabi. Kenapa tidak bilang kau disitu?” ialah hinata merasa malu karena tingkahnya dari tadi diperhatikan oleh adiknya, sehingga bukannya menjawab malah bertanya balik. Dan implikaturnya ialah mengalihkan pembicaraan. Selain itu, pada tuturan (6) “memperlakukan kunai-mu seperti mainan lagi?” mengandung implikatur bahwa yang ditunjukkan oleh hanabi bukanlah sesuatu yang lucu melainkan sebaliknya karena benda yang ditunjukkan tersebut malah seperti mainan. Sehingga implikaturnya ialah mengejek.  


 

5.      SIMPULAN
Berdasarkan hasil data analisis pada pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam film Naruto (The Last) movie terdapat beberapa macam implikatur yang timbul karena pelanggaran prinsip kerjasama. Adapun pelanggaran prinsip kerjasama yang ditemukan dalam film Naruto (The Last) movie, yaitu maksim kuantitas dan maksim relevansi atau relasi, dimana pelanggaran maksim relevansi lebih banyak ditemukan sehingga ada banyak tuturan-tuturan yang bersifat tidak kooperatif.

Implikatur percakapan yang ditemukan dalam film naruto (The Last) movie terdiri dari berbagai macam implikatur. Diantaranya ialah implikatur yang bersifat memberitahukan, ketidaksetujuan, mengalihkan topic/ pembicaraan, dan mengejek. Selain itu, juga ditemukan bahwa pelanggaran terhadap maksim relevansi lebih banyak ditemukan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak selamanya dalam setiap tuturan harus selalu mematuhi ke empat maksim yang dikemukakan oleh Grice, hal tersebut terbukti bahwa dengan tidak mematuhi maksim-maksim kerjasamapun, jalannya komunikasi masih bisa berjalan dengan lancar atau berkesinambungan. Dengan demikian, adanya implikatur pada setiap dialog di film Naruto (The Last) Movie memberikan kesan yang lebih menarik pada dialog- dialognya.



DAFTAR PUSTAKA
Sulistyowati.  2014. Pelanggaran prinsip kerjasama dan implikatur percakapan dalam film petualangan sherina karya riri riza. Journal. Universitas Air Langga.

Aprivianti. 2010. Prinsip Kerjasama Dalam Interaksi Antara Ibu Dan Anak. Skripsi. Universitas Indonesia.

Rohmadi. 2010. Pragmatik Teori dan Analisis. Surakarta. Yuma Pustaka
Yuniarsih. 2011. Ketidakpatuhan Maksim Prinsip Kerjasama Dalam Acara “Opini” Di Tv One: Sebuah Kajian Pragmatik. Skripsi. UNS.
Jumeneng et al,  2014. Wujud Pelanggaran Prinsip Kerjasama Dan Makna Implikatur Percakapan Dalam Wacana Humor “Epen kah” Masyarakat Merauke Papua : Tinjauan Pragmatik. Journal. UNHAS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar